Peran Fisikawan Medik dalam Kedokteran Nuklir

Ys Gunawan | 11:49 | 0 comments | Filed under Labels: , ,
 

Nasukha

Dosimetri Klinik
Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi - BATAN
Jl. Cinere Pasar Jumat
PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta (12070)

  1. PENDAHULUAN
Secara prinsip kedokteran nuklir pada mulanya merupakan diagnosa in vivodengan  menggunakan radioisotop, meskipun terkadang terapi juga dimasukan kedalamnya. Era baru dunia kedokteran ini
diawali setelah ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Roentgen, tahun 1895. Demikian halnya penemuan radioaktivitas oleh Henry Becquerel beberapa bulan setelah penemuan sinar-X, membuka cakrawala kedokteran nuklir. Bekerja dengan garam Uranium, Becquerel menentukan bahwa Uranium
memancarkan radiasi pengion. Penemuan Becquerel ini menjadi dasar studi topik disertai oleh Marie Curie. Marie Curie bersama-sama dengan Pierre Curie (suami Marie Curie) dan W. Roentgen ikut andil dalam Hadiah Nobel Fisika tahun 1903 dengan Henri Becquerel atas penemuan radioaktivitas. Kemudian tahun 1911, Marie Curie mendapatkan Hadiah Nobel yang kedua kalinya dan kali ini di Bidang Kimia atas penemuannya radium dan Polonium. Tahun 1963, diperkirakan bahwa telah
digunakan Radium di dunia kedokteran sekitar 1000 Ci [1]. George Charles de Havesy adalah orang pertama yang menggunakan radioisotop sebagai tracer (perunut), ketika itu digunakan Pb-210 dalam studi kelarutan di tahun 1913 [2]. Sehingga ada yang mempertimbangkan bahwa Hevesy ini sebagai Bapak Kedokteran Nuklir. Hasil kerja Hevesy ini dimuat dalam Journal of Nuclear Medicine tahun 1975 dengan topik bahasan “Perkembangan prinsip perunut Hevesy”. Hevesy menerima Hadiah Nobel di Bidang Kimia pada tahun 1943.

 Selain pemercepat untuk memproduksi radionuklida, reaktor nuklir juga merupakan tempat produksi radioisotop. Pengumuman pertama tentang reaktor penghasil radioisotop diumumkan dalam majalah science tahun 1946 [6]. Sampai dengan tahun 1966, menurut Baker [7] ada sekitar 11 reaktor di Amerika Serikat yang memproduksi radionuklida untuk melayani kebutuhan medis. Akan tetapi saat ini tidak ada reaktor komersial yang memproduksi radionuklida untuk kedokteran, karena peraturan birokrasi yang ada [8]. Perkembangan teknologi reaktor yang dikaitkan dengan kedokteran saat ini adalah produksi in-situ aktivasi Boron untukkebutuhan radioterapi, yang dikenal dengan
Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Generator radionuklidapun saat ini juga berperan banyak dalam kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo-99/Tc-99m
merupakan salah satu dampak positif dalam praktek dunia kedokteran nuklir dan farmasi nuklir. Dengan generator ini bisa menyelesaikan masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak terhadap tempat yang memproduksi radioisotop disamping mengurangi dosis terhadap pasien.
Dari produksi radioisotop sampai pada aplikasi klinisnya jelas bahwa peran fisika medik dalam kedokteran nuklir tidak bisa dilepaskan, karena kedokteran nuklir bukanlah sekedar masalah klinis saja tetapi juga masalah teknis dan fisik. Benar, kedokteran nuklir akan maju dengan baik apabila dari berbagai disiplin ilmu bekerja sesuai dengan bidangnya dan merupakan mitra kerja, bukan saingan. Demikian juga fisika medik akan mengambil porsi yang sesuai dengan keahliannya.

FISIKA MEDIK

Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari disiplin ilmu Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika, konsep dan metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit pada manusia. Bahsan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik dalam perspektif sejarah dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya [9]. Kedokteran nuklir mencakup pemanfaatan radionuklida dan radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi medis, akan tetapi saat ini diagnosa medis merupakan kerja kedokteran nuklir yang lebih dominan dibandingkan dengan terapi medis. Beberapa diagnosa medis ini meliputi pencitraan in-vivo dari distribusi radionuklida dan radiofarmaka dengan
menggunakan kamera gamma dan sistem komputer. Beberapa studi memerlukan pengolahan data citra dan pengukuran kuantitatif fungsi organ. Fisika medik merupakan disiplin ilmu yang mampu
menangani masalah tersebut di atas secara efektif. Sehingga kedokteran nuklir merupakan aktivitas multi disiplin ilmu dari para dokter, fisika medik, dokter spesialis radiolog (DSR), teknisi, radiografer,
radiofarmasi, perawat dan lain sebagainya. Tugas dari fisikawan medik sangat bervariasi dan sangat tergantung kondisi fasilitas kedokteran nuklir yang ada, di antaranya : 

Manajemen pelayanan dalam aspek teknik dan ilmiah
Seorang fisikawan medik yang bekerja dalam kedokteran nuklir memiliki tanggung jawab pada aspek teknik dan ilmiah. Peran manajemen pelayanan biasanya mencakup tanggung jawab untuk staf ilmiah, teknik dan anggaran departemen. Sebagai tambahan, seorang fisikawan medik seringkali memiliki tugas dan tanggung jawab lebih dari yang disebutkan di atas, tergantung situasi, kondisi, dan kebutuhannya dalam pelayanan kedokteran nuklir. Acapkali meliputi seluruh manajemen instalasi termasuk radiofarmaka dan kerjasama dengan dokter dalam interpretasi penemuan klinis.

Pemilihan commissioning dan jaminan kualitas peralatan.Standar Dasar Keselamatan Internasional yang diterbitkan tahun 1994 [10] menegaskan pentingnya jaminan kualitas dalam paparan medik. Program jaminan kualitas meliputi spesifikasi, seleksi, pengetesan penerimaan dan pemeliharaan secara rutin peralatan untuk meyakinkan bahwa standar kualitas dan No. 1, Agustus 1997 Peran fisika medik dalam kedokteran nuklir 29 keselamatan terpenuhi. Kualitas yang baik, perawatan yang terkendali dapat meningkatkan akurasi penemuan diagnostik, menurunkan kebutuhan studi pengulangan dan mengurangi dosis radiasi terhadap pasien. Fisikawan medik memerlukan pengetahuan yang berkaitan dengan parameter yang biasa digunakan untuk menentukan standar nasional maupun internasional yang akan diimplementasikan dalam aplikasi klinis praktek sehari-harinya.

Seorang fisikawan medik memiliki sebuah peran penting dalam menentukan kriteria penerimaan suatu peralatan baru. Dia akan menyiapkan dengan pihak pemakai klinis sebuah spesifikasi misalnya untuk
kebutuhan tender pembelian sistem komputer harus diperhatikan kebutuhan akan perangkat keras dan lunaknya [11]. Demikian juga untuk peralatan pencitraan akan dibutuhkan parameter-parameter
seperti keseragaman, resolusi, unjuk kerja laju cacah dan lainnya.

Dalam hal pengetasan penerimaan peralatan baru, seorang fisikawan medik haruslah memahami perannya dalam kebutuhan spesifikasi teknik termasuk standar keselamatan listrik mekaniknya.
Untuk masalah ini bisa dilihat pada pengukuran pengetesan alat dengan fantom, MCA (multi-channel analyser). Osiloskop dan pengetes keselamatan listrik atau lain yang lebih canggih lagi. Selain itu juga
fisikawan medik bertanggung jawab untuk melakukan pengetesan-pengetesan sederhana untuk kebutuhan rutin secara reguler.

Program jaminan kualitas untuk kamera gamma, sistem komputer, dan peralatan lainnya juga harus disiapkan dan dibimbing oleh fisikawan medik secara kuantitatif jika memungkinkan. Pengukuran
ini biasanya tidak terlalu rumit dibandingkan dengan pengetesan penerimaan peralatan yang kadangkala bisa dilakukan oleh teknisi Tanggung jawab kalibrasi dari peralatan lain juga dibebankan kepada fisikawan medik, seperti kalibrator radionuklida, monitor kontaminasi, dan peralatan laboratorium lainnya.

Peralatan rutin dan reparasi disamping tanggung jawab pabrik, juga seringkali dilimpahkan kepada fisikawan medik. Karena sebagian besar peralatan kedokteran nuklir memerlukan pengetesan
peralatan khusus dan suku cadangnya, sehingga untuk reparasi biasanya dibebankan kepada pabrik. Akan tetapi bagaimanapun juga fisikawan medik sering dapat membantu mengurangi lamanya waktu
kerusakan sebelum sampai kepada pihak pabrik. Kebutuhan in-house fisikawan medik dapat mengurangi kegagalankegagalan sebagian besar peralatan, disamping mengurangi biaya perbaikan oleh pihak pabrik. Karena fisikawan medik memiliki peran yang cukup penting dalam meyakinkan unjuk kerja peralaratan, khusunya prosedur perawatan.

fisikawan medik apabila pemahaman proteksi radiasi secara menyeluruh diketahui. Istilah proteksi
radiasi itu sendiri bisa menyangkut perencanaan bangunan baru atau memodifikasi bangunan yang telah ada ataupun peralatannya yang menyangkut keselamatan pasien, staf dan masyarakat. Disamping itu, perencanaan teknik untuk menurunkan dosis terhadap pasien, prosedur operasional, peraturan sistem kerja dan kontrol, dan supervisi daerah radiasi serta pengukuran dan kalibrasi peralatan proteksi. Peran fisika medik dalam kedokteran nuklir 30 radiasi. Dalam Standar Dasar Keselamatan [10] juga disebutkan tentang dosimetri klinik, yakni dosis serap yang diterima pasien.

4. Penelitian dan PengembanganFisikawan medik memiliki sumbangan besar terhadap penelitian dan pengembangan kedokteran nuklir, seperti pada perangkat lunak komputer, perancangan dan konstruksi instrumentasi baru, pengembangan teknik untuk analisa kuantitatif parameter fisiologi, pengembangan protokol untuk percobaan dan analisa klinis serta interpretasi hasilnya. Penelitian dan pengembangan ini sangat
penting dalam meningkatkan kapasitasnya sebagai fisikawan medik dalam kedokteran nuklir.

5. Implementasi dan evaluasi teknik baruDunia kedokteran nuklir terus melaju sebagaimana perjalanan teknologi pada umumnya. Kemajuan yang berkesinambungan ini dalam hal pengembangan peralatan dan teknik baru, serta pengenalan radiofarmaka baru. Seperti halnya dengan berkembangnya PET [5], tentu merupakan suatu tantangan baru bagi dunia kedokteran nuklir. Fisikawan medik memiliki peran yang sangat penting dalam
mengimplementasi dan mengevaluasi teknik baru, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan ini membutuhkan pengembangan dalam pemrograman komputer dan protokol untuk
akuisasi dan analisis studi klinis.

6. RadioterapiPemanfaatan radiasi pengion untuk terapi sejak ditemukannya sudah dimulai. Yang berarti bahwa radionuklida tidak hanya untuk diagnosa, tetapi kedokteran nuklirpun bisa mencakup terapi. Hanya saja terkadang ada yang memasukan ke dalam ruang lingkup radioterapi. Pemanfaatan radionuklida (sumber terbuka) untuk terapi sudah tidak asing, dan lagi pula dalam terapi digunakan dosis yang cukup tinggi. Sehingga fisikawan medik akan sangat berperan dalam hal ini. Fisikawan medik
memilki tanggung jawab dalam pengukuran radioaktivitas yang digunakan dan keselamatan administrasi dan perlakuannya terhadap pasien. Studi dan analisis dosis organ yang diterima pasien harus secara cermat diketahui efeknya berkaitan dengan radiofarmaka yang digunakannya, baik dosis
terhadap tumor itu sendiri maupun dosis seluruh tubuh dan organ tubuh. Perhitungan dosis radiasi sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan harus ditentukan oleh fisikawan medik, termasuk pengukuran kuantitatif uptake dan clearence dengan whole body counter.

Pengembangan secara efektif terapi dengfan sumber terbuka ini harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam pemilihan radionuklidanya. Sifat-sifat target invivo dan clearence molekul pembawanya harus seimbang dengan peluruhan radionuklidanya. Tantangan penelitian dan pengembangan terapi dengan sumber terbuka ini bisa mencakup tiga kategori umum, yaitu [13];
1. Pemancar partikel beta.
2. Pemancar partikel alfa.
3. Pemancar Auger dan Coster-Kronigelektron diikuti tangkapan elektron.


7. Radiofarmasi
Tanggung jawab ilmiah untuk penyiapan radiofarmaka merupakan tugas fisikawan medik dan bekerja dengan apoteker (radiopharmacist) sebagai penanggung jawab kendali kualitas.

8. Pendidikan dan Pelatihan
Bahan radioaktif banyak digunakan di dunia kedokteran. Fisikawan medik terlibat dalam pendidikan dan pelatihan praktek untuk keselamatan bahan radioaktif dan bisa jadi mengorganisasi pelatihan
tersebut. Pendidikan dan pelatihan ini bisa diperuntukan untuk dokter umum, dokter spesialis, radiografer, teknisi, staf administrasi maupun untuk fisikawan medik itu sendiri. Fisikawan medik juga harus memahami resiko-resiko terhadap kesehatan dari pemanfaatan radionuklida dalam kedokteran nuklir, untuk keuntungan staf medis, pasien dan masyarakat. Materi pokok pendidikan dan pelatihan ini disesuaikan dengan tingkatannya masing-masing. Untuk pendidikan dan pelatihan para dokter umum tentunya tidak disamakan dengan para dokter spesialis. Demikian juga untuk radiografer ataupun para teknisi. Sehingga dengan pendidikan dan pelatihan tersebut masing-masing mengetahui tugas dan kewajibannya terhadap mitra kerjanya. Dunia kedokteran nuklir merupakan sebuah
tempat terjadinya mitra kerja antara dokter, fisikawan medik, radiopharmacist, radiografer dan teknisi.

DAFTAR PUSTAKA1. U.S. Public Health Service, Training Publication No. 141 (2.63), p. 1-8, 1963.
2. PANETH,F. and HEVESY,G., Monatsh. Chem. 34, p. 1401-1407, 1913.
3. GRAHAM,D., et.al., J. Nucl. Med. 25, p.32, 1984.
4. HARBY,K., J. Nucl. Med. 29, p. 431-437, 1988.
5. NASUKHA, majalah Medika, No. 3tahun ke XXI, Maret 1995.
6. MANHATAN PROJECT, Headquarters, Washington DC, Availability of radioactive isotop, Science 103, p. 697, 1946.
7. BAKER,P.S., Reactor produce radionuclides, Pada US AEC Symposium Series 6, radioactive
pharmaceuticals, Washington DC, US Govt. Print Office, Conf 651111, p. 129-142, 1966.
8. ICE,R.D., Health physics, 65(5), p. 721-727, 1995.
9. NASUKHA, warta OFP, No. 8/th-IV/Juli 1992.
10. IAEA, International Basic Safety Standard for Protection against ionizing radiation and for safety of radiation sources, 1994.
11. MICHAEL,M.G., et.al., J. Nucl. Med. 29(5), p. 717-724, 1988.
12. IAEA, ICRP Publication 60, 1990.
13. VOKERT,W.A., et.al., J. Nucl. Med. 32(1), p. 174-185, 1991.

0 comments



Post a Comment :


Recent Comments